pasang iklan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Monday 16 January 2012

Beruntunglah Orang-orang yang asing


Ketika ada diantara kaum muslimin yang dengan segala kekuatannya mengamalkan agama ini dengan benar, mereka senatiasa di anggap aneh lagi berbahaya bahkan tidak jarang di sindir. Misalnya saja jika seorang lelaki memakai celana di atas mata kaki plus jenggot sering dikatakan kebanjiranlah atau mirip dengan kambing (beruntung banget tuh kambing). Padahal ada juga kok hewan yang nggak punya jenggot. Jika ada seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan baik dan benar, sesuai tuntunan syariat Islam, banyak orang merasa heran. Bahkan ada sebagian besar yang menganggapnya aneh. Sebab, di tengah maraknya busana wanita yang mengeksploitasi keindahan tubuh wanita, maka menjadi seorang muslimah yang mengenakan jilbab dengan sempurna tentunya adalah fenomena keanehan dan sebuah keterasingan.
Bahkan seringkali pemakai busana muslimah ini (kerudung lengkap dengan jilbabnya), dianggap kuno yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman ( kalo ukuran modern adalah irit kain dalam berbusana, orang-orang Suku Asmat lebih modern dong, karena mereka cuma pake koteka doang?). Bagi muslimah yang termakan propaganda seperti ini, akhirnya mencoba berbaur dengan budaya yang ada. Pengen tetep mengenakan busana muslimah, tapi juga modis dan nggak mau dianggap aneh, maka maraklah pengguna busana muslimah yang nggak ngikut aturan Islam. Misalnya, pake kerudung doang, sementara tubuhnya nggak ditutupi jilbab, tapi malah mengenakan pakaian ketat baik baju maupun celana panjang (ini mah namanya pembungkus kepala).
Begitu pula ketika seorang Muslim yang mempertahankan keislamannya di tengah berserakannya ide sekularisme yang dijual di pasar bebas kehidupan, kerap disindir: Jangan sok suci!Jangan sok alim!, begitu kira-kira umpatan banyak orang kepadanya ketika ia tidak mau berbuat maksiat. Ia tetap tegar dengan keyakinannya meski harus menelan cemoohan dan sindiran dari pihak yang benci Islam. Yah, ternyata berpegang teguh kepada ajaran Islam dalam kondisi seperti saat ini, di tengah kehidupan sekularisme, menjadi sangat terasing dan dianggap aneh.
Sebenarnya siapa pun boleh mengklaim dirinya paling benar. Tapi masalahnya, pasti kita akan bingung menentukan siapa yang benar dan paling benar jika tidak ada batasan dan ukurannya. Iya nggak? Nah, sebagai muslim tentu saja standar kebenaran itu hanyalah Islam. Bukan yang lain. Maka, semua hal wajib disesuaikan dengan ajaran Islam. Baik-buruknya, terpuji-tercelanya, dan halal-haramnya harus pake aturan Islam yaitu Al Qur’an dan sunnah yang sesuai dengan pemahaman orang-orang terdahulu yang shaleh. Sebab, Islam adalah jalan hidupku..! menjadi muslim sejati adalah impianku..!” (gaya ala Naruto).
Maka, tidak perlu khawatir jika dianggap aneh, selama yang kita pegang adalah kebenaran Islam. Tak perlu minder apalagi patah semangat, selama yang kita yakini adalah Islam. Justru ketika kita berusaha dengan segala kekuatan dan hati kita untuk berpegang teguh dengan ajran Islam yang menurut kebanyakan orang justru dianggap komunitas yang aneh adalah sebuah kenikmatan tersendiri. Bahkan Rasulullah salallah’alaihi wasallam memuji orang-orang yang terasing dalam kehidupan yang rusak. Rasulullah salallahu’alaihi wasallam bersabda: Islam bermula dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi sesuatu yang asing. Maka beruntunglah orang-orang yang terasing itu. (HR Muslim no. 145)
Dalam hadis lain, Rasulullah salallahu’alaihi wasallam memberikan kabar gembira kepada kaum Muslimin yang senantisa bersabar dalam menghadapi godaan dan rayuan kehidupan yang akan memalingkan dirinya dari Islam. Sabda beliau: Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari yang memerlukan kesabaran. Kesabaran pada masa-masa itu bagaikan memegang bara api. Bagi orang yang mengerjakan suatu amalan pada saat itu akan mendapatkan pahala lima puluh orang yang mengerjakan semisal amalan itu. Ada yang berkata,Hai Rasululah, apakah itu pahala lima puluh di antara mereka?Rasululah saw. menjawab,Bahkan lima puluh orang di antara kalian (para shahabat). (HR Abu Dawud, dengan sanad hasan)
Subhanallah..! Rasulullah salallahu’alaihi wasallam memberikan penghargaan yang luar biasa kepada kita yang bisa bertahan dalam kondisi yang rusak ini. Meski hidup di tengah kemaksiatan, kita nggak tergoda untuk ikut larut dalam kehidupan yang rusak dan bejat. Malah sebaliknya bertahan dengan memeluk ajaran Islam sepenuh hati dan sekuat tenaga. Tak akan melepaskannya selama hayat masih dikandung badan. Semoga kita menjadi orang-orang yang senantiasa menjaga diri dan berusaha untuk tetap istiqomah dalam kebenaran bersama Islam. Meski taruhannya adalah dianggap aneh atau bahkan diasingkan. Bukan hanya kita, tapi juga ajaran Islam yang kita peluk erat saat ini dianggap asing oleh mereka yang membenci Islam.Maka bersabarlah karena Allah Subhanahu wata’ala bersama dengan orang yang beriman kepadaNya dengan penuh keyakinan, beramal shalih dan bersabar.

Friday 13 January 2012

Garam dan Telaga


Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah seorang pemuda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air mukanya ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tidak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Di taburkannya garam itu ke dalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katanya bagaimana rasanya…?” ujar pak tua itu.
“Pahit, pahit sekali”, jawab sang tamu sambil meludah kesamping.
Pak tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ketepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ketepi telaga itu.
Pak tua itu, lalu kembali menaburkan garam, ketelaga itu. Lalu dengan sepotong kayu di buatnya gelombang, mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, pak tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.
“Segar”,  sahut tamunya. “Apakah kamu merasakan garam dalam telaga itu?”, Tanya pak tua lagi. “Tidak” jawab si anak muda.
Dengan bijak, pak tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajak duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama.
“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan di dasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan  tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung semua kepahitan itu.”
Pak tua itu lalu kembali melanjutkan nasehat. “Hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.”
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan pak tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan “segenggam garam”, untuk anak muda yang lain, yang sering dating kepadanya membawa keresahan jiwa. [Kumpulan Motivasi]

Tuesday 10 January 2012

Kisah Nyata Tentang Mut’ah


Syaikh Dr. Abdul Mun’im an Nimr dalam salah satu risalahnya bercerita tentang teman beliau yang seorang guru besar sastra Persi. Sang guru besar bertutur kepada beliau: “Saya berkunjung ke Teheran, saya siapkan makalahku tentang sastra Persia. Selama saya di sana saya menyempatkan waktu untuk mencari informasi tentang nikah mut’ah, bukan untuk bermut’ah tapi saya ingin menyelidiki. Setelah saya bertanya tentang tempat-tempat mut’ah, maka saya pun menuju ke salah-satu tempat tersebut. Sesampainya di sana, seorang Syaikh  menyambutku dengan ucapan selamat dating. “Saya ingin mut’ah” kataku membuka pembicaraan. “Kalau ia cantik dan menarik saya ingin mut’ah dalam waktu yang lama” kataku melanjutkan. Maka oleh Syaikh tersebut saya di persilahkan masuk ke salah-satu ruangan. Lalu laki-laki paru baya tersebut memerintahkan kepada beberapa orang perempuan melintas di depanku dengan memperlihatkan seluruh kecantikannya untuk saya pilih. Karena hanya ingin menyelidiki, sayapun lalu meminta maaf dengan ramah karena tak satupun yang menarik hatiku. Saya lalu pergi ke tempat lain guna melanjutkan penyelidikan di salah satu kafe. Kali ini saya melangkah lebih jauh. Setelah saya memilih satu wanita, kami lalu duduk bersama. Wanita itu lalu bertanya kepadaku tentang lama waktu mut’ah yang saya inginkan sebab setiap jam beda upahnya. Wanita itu juga bertanya tentang tempat yang saya inginkan untuk ‘berbulan madu’ apakah di penginapanku atau di rumahnya. “Upahnya berbeda-beda sesuai fasilitas yang ada di tempat yang telah di sepakati” kata wanita itu. Saya pura-pura tidak setuju dan marah-marah, lalu pergi sambil minta maaf kepada pemilik kafe. Sebelum pergi, saya menyempatkan diri pada pemilik kafe tentang keberadaan kafe-kafe yang memiliki ‘pelayanan plus’. Pemilik kafe dengan berterus terang mengatakan bahwa penduduk merasa terusik dengan keberadaan tempat tersebut.
Di lain waktu (juga dalam rangka penyelidikan) saya pernah bercanda pada salah seorang kerabatku keturunan Persia di Teheran. Saya memintanya untuk menikahkan putrinya denganku secara mut’ah. Kerabatku itu marah besar dan memutuskan hubungan siilaturahimnya denganku”. Demikian tutur Dr. Abdul Mun’im an Namr salah seorang akademisi yang banyak menulis masalah-masalah Syi’ah.
Jika kita melihat kisah diatas, akan kita dapatkan bahwa praktek nikah mut’ah yang merupakan salah-satu ajaran Syiah ternyata tidak lebih dari praktek-praktek perzinahan dan pelacuran. Merupakan bentuk penghalalan kemaluan yang berkedok nikah mut’ah. Pertanyaannya adalah (dan tolong di jawab jujur..!) maukah jika kalian, wahai para wanita di nikahi dengan jalan mut’ah?! Maukah kalian wahai para orang tua, putri dan keluarga kalian di nikahi dengan jalan seperti itu?! Hanya kepada Allah saja kita meminta pertolongan, dari pemahaman sesat yang menyimpang dari kebenaran.

Saturday 7 January 2012

Berhaji Tetapi Tidak Shalat


Soal: Perlu diketahui bahwa saya telah berumur 45 tahun. Pernah selama 4 tahun saya tidak melaksanakan shalat dan puasa Ramadhan. Akan tetapi pada tahun yang lalu (tatkala pertanyaan ini diajukan) saya menunaikan kewajiban ibadah haji. Apakah haji yang saya lakukan dapat menghapus dosa meniggalkan shalat dan puasa yang telah saya lakukan? Jika tidak, apa yang mesti saya lakukan sekarang? Semoga Allah member taufik!
Jawab: meniggalkan shalat secara sengaja amat berbahaya karena shalat adalah rukun kedua di dalam Islam. Jika seorang muslim meninggalkannya dengan sengaja, akan mengakibatkan kekufurannya, sebagaimana sabda Nabi salallahu’alaihi wasallam:
“Sesungguhnya (pemisah) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meniggalkan shalat.” (HR. Muslim, hadits no.116 dari hadits Jabir bin Abdullah)
Dan sabdanya:
Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barangsiapa yang meninggalkannya sesungguhnya dia telah kafir.” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan dengan sanad yang shahih dari Buraidah bin Al Hashib)
Allah subhanahu wata’ala telah berfirman tentang orang-orang kafir.
“Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan.” (QS. At Taubah: 5)
Dan berfirman tentang penghuni neraka:  
 "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin.” (QS. Al Mudatsir: 42-43)
Dan dalil-dalil lain yang menunjukan kufurnya orang yang meninggalkan shalat sekalipun dia tidak mengingkarinya. Pendapat inilah yang benar dari dua pendapat ulama rahimahullah.
Dari apa yang anda sampaikan, bahwa anda telah meninggalkan shalat dengan sengaja selama 4 tahun, hal itu mengakibatkan kufur. Akan tetapi, jika anda bertaubat kepada Allah dengan taubat yang benar dan anda menjaga pelaksanaan shalat pada kehidupan yang akan datang, sesungguhnya Allah menghapuskan dosa yang telah lalu.
Adapun haji yang anda lakukan, tidak dapat menjadi penghapus dosa meninggalkan shalat dan puasa, karena meninggalkan keduanya adalah dosa besar yang membinasakan. Ibadah haji tidak dapat menghapusnya.
Mengenai haji yang anda tunaikan tatkala anda tidak melaksanakan shalat, maka haji itu tidak sah. Karena yang tidak shalat tidak memiliki agama dan tidak pula (beragama) Islam. Tidak sah amal yang dilakukan sampai bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala. Jika anda bertaubat kepada Allah dengan tobat yang benar dan kemudian menjaga pelaksanaan shalat, sesungguhnya itu akan menghapuskan apa yang telah lalu. Akan tetapi anda harus tulus dan terus menerus dalam taubat itu serta bersungguh-sungguh didalam melaksanakan shalat.
Jika dahulu anda menunaikan haji dalam keadaan tidak shalat, yang lebih selamat bagi anda adalah mengulanginya. Adapun jika anda menunaikannya setelah bertaubat, maka haji anda shahih Insya Allah.
Maksiat yang telah dilakukan, meninggalkan shalat dan puasa. Akan dihapus oleh taubat yang tulus. [Al Muntaqa min Fatawa asy syaikh Shalih Fauzan bin Abdillah al Fauzan]

 

Area Backlink

Mau bertukar link? Masukan Link Blogku ke blog kamu Kemudian masukan nama/web dan url blog kamu pada kotak yang tersedia di bawah, lalu tekan enter. Active Search Results
Klik tanda SUKA pada Cahaya Islam, untuk mengetahui postingan terbaru blog ini dari facebookmu

Kunjungan Ke

Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes