Seorang ayah memegang putranya, Abdullah (8 tahun) dengan penuh gembira seraya berkata: “Ayolah putaku, kita menuju ketempat pekerjaan ayah.” Abdullah pun sangat bergembira, dan keluar bersama ayahnya dengan perasaan bahagia. Namun ketika dia masuk ketempat pekerjaan ayahnya hilanglah kegembiraan tersebut, hilanglah senyuman dari bibirnya, dan mengalirlah air mata di kedua pelupuk matanya, serta tidak mau duduk bersama ayahnya. Maka sang ayahpun mengembalikan Abdullah dalam keadaan bingung memikirkan sebabnya.
Sejak hari itu, Abdullah tidak mau makan, tidak mau menerima pemberian hadiah dari ayahnya. Tidak mau memakai pakaian yang dibelikan oleh ayahnya. Diapun sakit terus menerus, dia diberi obat namun tidak sembuh. Sang ayah telah mengetuk semua pintu kecuali pintu Allah subhanahu wata’ala.
Pada suatu malam sang ayah duduk disekitarnya dalam keadaan sedih dan susah karenanya, sang ayah bertanya kepadanya, apa yang terjadi dengannya? Maka air mata mengalir dari mata Abdullah, dan dia menjawab dengan suara lirih: “wahai ayah, tidakkah ayah cinta kepada Allah? Tidakkah ayah takut kepada Allah subhanahu wata’ala? Kenapa ayah tidak shalat? Kenapa ayah bekerja pada tempat itu? Bukankah ayah tahu bahwa Rabb saya dan Rabb ayah telah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakannya (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiyaya dan tidak (pula) dianiyaya.” (QS. Al Baqarah: 278-279)
Serta merta sang ayah memeluk putrnya dengan deraian air mata seraya berkata: “Ya, betul wahai putraku, akau takut kepada Allah, aku takut kepada Allah. Benar wahai Abdullah…Sesungguhnya aku bertaubat kepada Zat yang telah menciptakan aku, dan untuk selamanya aku tidak akan kembali kepada pekerjaan itu selagi aku hidup. Setelah ini aku tidak akan meniggalkan shalat… benar, wahai Abdullah, benar…! Maka berbahagialah Abdullah, lalu bangkit seakan-akan tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.
Segala puji bagi Allah atas nikmat iman yang diberikan kepada hamba yang dikehendakiNya.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan beri komentar; terimah kasih atas kunjungannya...