Kebanyakan orang menyangka bahwa kecerdasan satu-satunya di tentukan oleh faktor keturunan. Karenanya para orang tua yang di karuniai kecerdasanlah yang berpeluang memiliki anak yang cerdas. Namun tahukah kita bahwa temuan baru dalam ilmu kimia, biologi, kedokteran dan ilmu jiwa menunjukan bahwa kecerdasan seseorang sangat di pengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu: genetika, gizi, dan lingkungan. Jadi keturunan bukanlah satu-satunya yang menentukan cerdas tidaknya seseorang.
Tentang faktor genetika, kenyataan memang membuktikan bahwa rata-rata mereka yang memilki orang tua yang cerdas biasanya memiliki otak yang cerdas. Dalam atsar di sebutkan: “Al irqu dassaas” (sifat keturunan itu begitu kuat pengaruhnya). Karena itu salah satu kriteria dalam memilih pasangan hidup adalah faktor nasab (keturunan). Termasuk di dalamnya memilih keturunan yang cerdas.
Secara anatomi, otak tersimpan dalam tengkorak kepala yang keras. Daging lunak setengah kilo ini terbagi menjadi dua bagian, kanan dan kiri. Otak kanan berfungsi mengenal warna, lirik, suara, dimensi, berimajinasi, dan bermimpi. Adapun otak kiri, ia berfungsi mengenal angka, huruf tabel, menganalisa, membaca struktur dan berlogika. Ada temuan mutakhir yang di muat dalam salah satu haria ibu kota bahwa sel-sel otak itu sudah terbentuk sebanyak 66% dan berat sudah mencapai 27% pada waktu lahir. Sisanya akan terbentuk sangat efektif pada usia 18 bulan pertama. Demikian seterusnya ia mengalami perkembangan pesat sampai usia 6 tahun.
Dari sisi biologis ada tiga hal yang mempengaruhi otak, protein, kolesterol, dan lemak. Dari sini kita mengetahui bahwa gizi memiliki peran dalam mendongkrak kemampuan otak. Oleh karena itu setiap kita memiliki peluang untuk merekayasa petumbuhan otak anak-anak kita dengan member asupan gizi yang cukup sejak di dalam janin sampai tahun pertama setelah dia lahir.
Namun apakah jumlah sel otak itu menentukan kecerdasan? Dr. Najib Al Rifa’I mengutip temuan Prof. Anukan yang mengatakan kecerdasan manusia tidak di tentukan oleh jumlah sel saraf dalam otaknya, tapi di tentukan oleh jumlah interkasi serabut sel neuron. Sebab setiap interaksi serabut sel akan melahirkan satu jalur yang berfungsi mempercepat penyerapan dan pengiriman pesan kedalam jaringan otak. Jadi makin banyak jalur yang tercipta dari senyawa kimia maka makin cerdaslah seseorang.
Tentang daya tampung otak Prof. Mark Rizonzen dari universitas calivornia memuat suatu kejutan baru dengan temuannya. Guru besar yang bertahun-tahun mengadakan penelitian khusus tentang otak ini mengungkapkan bahwa jika kita memasukan pesan kedalam otak dalam setiap detik dan itu di lakukan siang dan malam selam 60 tahun atau dengan ungkapan lain: 10 pesan x 60 detik x 60 menit x 24 jam sehari x 365 hari setahun x 60 tahun = 18.921.600.000 pesan..!
Dengan demikian, ruang sel otak manusia yang terpakai guna menampung pesan tersebut tidak lebih dari 50% sel otak.
Temuan ini mengingatkkan kita tentang apa yang pernah di ungkapkan oleh Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam buku beliau Jaddid Hayatak, bahwa orang-orang besar dalam sejarah hanya menggunakan 5 sampai 10% dari total potensi otak mereka.
Apa yang di ungkapkan di atas menunjukan betapa besar daya tampung otak manusia untuk menerima sebanyak mungkin informasi.
Selain itu setiap sel saraf di otak mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Berbagai jenis ilmu dapat di tampung dalam bberbagai jenis jaringan sel saraf yang membentuk pusat-pusat dengan fungsi yang berbeda. Jika seseorang, membaca buku tentang manajemen maka ada satu sel saraf yang terbuka menampung segala informasi tentang menajemen. Jika sesudah itu ia beralih ketopik yang lain maka sel saraf yang berisi tentang menajemen akan tertutup dan sel saraf yang baru akan terbuka lalu siap di isi dengan segala macam ilmu sesuai dengan topik yang di pelajarinya. Maka setiap orang yang normal dan sehat sebaiknya mengisi ruang sel sarafnya dengan berbagai ilmu yang bermanfaat baik untuk dunia lebih-lebih untuk akhiratnya. Salah seorang pakar pendidikan pernah berkata: “Itu sebabnya saya bisa membaca banyak ilmu dalam waktu yang lama. Setiap saya lelah membaca topik buku maka saya beralih ketopik yang lain, maka saat itu saya bersemangat lagi seperti baru membaca. Sebab saya tahu masih sangat banyak sel saraf yang masih kosong”.
Dari sini dapat di pahami bahwa lingkungan sangat berperan dalam menumbuhkan kecerdasan seseorang. Di sini lingkungan berperan sebagai stimulant, pembimbing dan pelatih. Dengan demikian makhluk yang bernama kecerdasan dapat di rekayasa dan di upayakan khususnya pada faktor gizi dan lingkungan.