pasang iklan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Thursday 19 February 2015

Senantiasa Memperbaharui Niat



Niat adalah dorongan hati seiring dengan futuh (pembukaan) dari Allah ‘azza wajalla dan niat tempatnya dihati. Karena niat itu tempatnya dihati maka niat tidak diharuskan untuk dilafazkan. Sebagaimana yang sering dilakukan oleh sebagian kaum muslimin, yaitu ketika mereka melakukan ibadah, misalnya seperti shalat, mereka melafazkan niat-niat mereka dan tentunya ini menyalahi sunnah.
Suatu ketika Ibnu Umar radhiallahu’anhu mendengar  seorang yang berucap di awal ihramya: “Ya Allah sesungguhnya saya akan menunaikan haji dan umrah.” Ibnu Umar bertanya: “Apakah kamu sedang mengajari orang-orang? Bukankah Allah mengetahui apa yang ada dalam dirimu?”.
Yang demikian itu karena niat adalah urusan hati. Dia adalah kehendak seseorang, sehingga niat tidaklah diwajibkan untuk dilafalkan dalam ibadah.
Dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala kita diwajibkan untuk senantiasa memperbaharui niat kita karena Allah ‘azza wajalla. Kadang-kadang ini mudah untuk dicapai namun kebanyakan sulitnya. Seseorang yang hatinya di penuhi dengan urusan Din (agama) akan mendapatkan kemudahan dalam menghadirkan niat untuk beribadah karena Allah. Sebaliknya orang yang hatinya di penuhi oleh urusan dunia dan berbagai macam kesenangannya, akan mendapatkan kesulitan yang besar untuk mencapainya. Dia harus bersusah payah untuk menghadirkan niat yang ikhlas Karena Allah. Ini disebabkan karena hati manusia senantiasa condong kepada apa yang menyibukkannya.
Niat adalah suatu yang sangat penting dalam beribadah kepada Allah ‘azza wajalla. Bahkan semua amalan tergantung dari niat dan seseorang memperoleh imbalan sesuai dengan yang diniatkannya. Sebagaimana yang diriwayatkan dari sahabat Umar bin Khattab radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah salallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Amalan itu tergantung dari niatnya dan seseorang memperoleh seseuai dengan apa yang diniatkannya…(HR.Muslim)
Hadits ini menunjukan bahwa pahala seseorang itu tergantung dari niatnya. Adapun imam syafi’i menyebutkan bahwa: “Hadits ini merupakan sepertiga dari ilmu”.
Tapi harus diingat bahwa niat yang baik tidak  akan merubah kemaksiatan dari hakekatnya. Karena yang dimaksud dengan hadits diatas adalah amalan-amalan yang baik yang sesuai dengan tuntunan Nabi salallahu’alaihi wasallam.
Ketaatan itu bisa menjadi kemaksiatan karena niat yaitu ketika dia melakukannya karena riya, sum’ah dan semisalnya. Demikan pula halnya perkara yang mubah bisa menjadi ketaatan atau kemaksiatan juga karena niat.
Pada dasarnya keabsahan suatu ketaatan itu terikat kepada niat demikian halnya dengan pelipat gandaan pahalanya. Sebagian salaf berkata: “Betapa banyak amalan besar menjadi kecil karena niat dan betapa banyak amalan kecil menjadi besar karena niat”. Sehingga Yahya bin Katsir mengatakan: “Pelajarilah niat! Sesunguhnya niat itu lebih dapat menyampaikan kepada tujuan dari pada amal”. Kepada saudaraku kaum muslimin mari kita senantiasa memperbaharui niat kita masing-masing.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan beri komentar; terimah kasih atas kunjungannya...

 

Area Backlink

Mau bertukar link? Masukan Link Blogku ke blog kamu Kemudian masukan nama/web dan url blog kamu pada kotak yang tersedia di bawah, lalu tekan enter. Active Search Results
Klik tanda SUKA pada Cahaya Islam, untuk mengetahui postingan terbaru blog ini dari facebookmu

Kunjungan Ke

Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes