Marah merupakan sifat alami yang dimiliki manusia,
oleh karena itu sifat marah tidak dapat dihilangkan dari hati seseorang. Setiap
manusia memiliki potensi untuk marah. Sehingga marah hanya dapat ditundukkan
dan diarahkan kepada yang bermanfaat yang sesuai dengan keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Maka dari itu, tidak
semua marah tercela, terkadang ada marah yang di bolehkan bahkan pada kondisi
tertentu malah diwajibkan, yaitu marah
yang disebabkan semata-mata karena Allah subhanahu
wata’ala bukan karena alasan keduniaan.
Kita marah
karena hak-hak Allah subhanahu wata’ala
dilanggar, seperti perusakan terhadap Aqidah yakni melakukan kesyirikan,
menyembah kuburan, mengaku ada nabi setelah
Nabi Muhammad salallahu’alaihi wasallam
dan mencela para Sahabat Nabi. Kita marah karena melihat kemaksiatan dan
perbuatan-perbuatan bid’ah. Kita marah terhadap orang-orang kafir yang
menzalimi kaum muslimin seperti yang terjadi di beberapa negara Islam terkhusus
pembantaian orang-orang Yahudi terhadap kaum muslimin di Palestina.
Allah subhanahu
wata’ala berfirman:
“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka
dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan
menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.
Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. dan Allah menerima taubat
orang yang dikehendakiNya. Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(QS. At Taubah: 14-15)
Dan Allah juga berfirman:
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik
dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka adalah Jahannam dan itu
adalah seburuk-buruknya tempat kembali.”
(QS. At Tahrim: 9)
Dalam ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa kaum
muslimin juga marah terhadap orang-orang kafir yang melakukan kezhaliman terhadap orang-orang mukmin yang
tidak berdosa, bahkan Allah berjanji akan membantu kaum muslimin sehingga hati
orang-orang yang beriman menjadi lega.
Kemudian dari Aisyah radhiallahu’anha berkata: “Rasulullah
salallahu’alaihi tidak membalas untuk dirinya sesuatu yang datang kepadanya
sehingga sesuatu itu menyerang hak-hak Allah, maka Beliau akan membalas untuk
Allah.” (HR. Bukhari)
Selain itu disebutkan dalam shahih bukhari, bahwa
Rasulullah salallahu’alaihi wasallam
sangat pemalu dari pada seorang gadis, maka jika Beliau melihat sesuatu yang
tidak di sukainya, kita akan melihatnya dalam raut wajah Beliau.
Aisyah radhiallahu’anha
juga telah meriwayatkan bahwa kaum Quraisy lebih mementingkan urusan wanita
kaya yang telah mencuri, mereka berkata: “Siapa
yang akan berbicara kepada Rasulullah salallahu’alaihiwasallam?”
Maka mereka berkata: “Orang yang berani berbicara kepadanya hanya Usamah, karena kecintaan
Rasulullah salallahu’alaihi wasallam (kepadanya).”
Oleh karena itu Usamah radhiallahu’anhu bicara kepada Beliau, lalu Rasulullah salallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apakah kamu memintakan pertolongan (agar
diberi keringanan) untuk sebuah hukum dari hukum-hukum Allah? Beliau lalu
berdiri dan berkhutbah lalu bersabda: “Wahai
manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kamu binasa, sesungguhnya dulu, jika
ada orang terhormat mencuri, mereka melepaskannya (tidak menghukumnya), tetapi
jika ada orang yang lemah mencuri, maka mereka menghukumnya. Aku bersumpah atas
nama Allah, jika Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti kupotong tangannya.”
(HR. Muslim)
Dari Aisyah radhiallahu’anha
juga berkata bahwa: “Rasulullah
salallahu’alaihi wasallam masuk kekamarku, dan aku telah menutup rak milikku
dengan kain tipis yang bergambar patung. Ketika melihat kain itu, Beliau
meyobeknya, merona wajahnya dan bersabda: “Wahai Aisyah, orang yang paling
keras disiksa pada hari kiamat adalah orang yang menyamai (menggambar) ciptaan
Allah.” (HR. Muslim)*
*
Dalam hadits ini juga menunjukan bahwa
tuduhan orang-orang yang menyimpang dari kebenaran bahwa Aisyah telah kafir
adalah tidak benar, Karena jika memang Aisyah telah kafir lalu kenapa Aisyah
sendiri yang meriwayatkan hadits ini. padahal yang menyebabkan Rasulullah salallahu’alaihi wasallam mengeluarkan
hadits ini karena Aisyah radhiallahu’anha.
Oleh karena itu orang –orang yang menyimpang tersebut tidak jujur didalam
memahami sejarah.
Selain itu ada ancaman bagi orang yang tidak marah
dalam kondisi-kondisi seperti ini, Rasulullah salallahu’alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah suatu kaum yang mengerjakan kemaksiatan, kemudian mereka
mampu untuk merubahnya tetapi mereka tidak melakukannya, maka Allah segera
menimpakan siksa secara merata kepada mereka.” (HR. Abu Dawud)
Semua ini menjelaskan bahwa Rasulullah salallahu’alaihi wasallam juga pernah
marah dan tidaklah Beliau marah kecuali terkait dengan hak-hak Allah subhanahu wata’ala. Inilah marah yang
terpuji.
Namun perlu diingat bahwa marah yang dimaksudkan
adalah marah yang tidak sampai mengeluarkan seseorang dari batas-batas
kewajaran, yang berujung pada tingkat kekerasan dan penganiyayaan. Wallahu’alam