pasang iklan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Saturday 2 May 2015

Wanita dan Rasa Malu



Banyak di antara wanita kaum muslimin saat sekarang ini telah kehilangan rasa malunya. Yaitu ketika mereka bebas bergaul dan bercampur baur dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Mereka sudah tidak merasa risih dengan penampilan mereka yang mempertontonkan auratnya yang menyebabkan kaum lelaki banyak yang terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan, berpaling dari agama dan mengikuti hawa nafsu.
Di dalam Al Qur’an banyak memberikan kita pelajaran bagaimana seharusnya seorang wanita bersikap ketika mereka bergaul dengan laki-laki yang bukan mahramnya. Di antaranya adalah bagaimana wanita itu menumbuhkan sifat malu dalam dirinya. Malu adalah sifat wanita yang memilki kemuliaan, ketika sifat ini hilang maka hilanglah pula kemuliaannya. Begitu pentingnya sifat malu ini bagi seorang wanita, maka Allah subhanahu wata’ala mengabadikan kisahnya  dalam Al Qur’an:
“Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Mad-yan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia men- jumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?" kedua wanita itu menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya". (QS. Al Qashash: 23)
Ayat diatas menceritakan kisah tentang Nabi Musa alaihissalam pada saat beliau melihat dua wanita yang memiliki akhlak yang mulia. Keduanya tidak berdesak-desakan dengan kaum lelaki (tatkala hendak memberi minum hewan gembalaannya). Keduanya menjauhkan kambing-kambing mereka agar tidak tercampur dengan kambing gembala lain supaya keduanya tidak di ganggu.
Ayat diatas menunjukan bahwa kedua wanita itu keluar dari rumah yang telah berhasil mendidik keduanya. Rumah yang mulia, yang mengagungkan kesucian diri dan rasa malu. Maka tatkala Nabi Musa alaihissalam mengetahui sebab kedua wanita itu keluar dari rumahnya. Yakni karena ayah mereka yang telah uzur, sehingga mengharuskan keduanya keluar dari pingitan (rumahnya), maka Nabi Musa alaihissalam pun menunaikan kewajibannya, menolong memberikan hewan gembalaan kedua wanita itu minum.
Al Qur’an melanjutkan kisah tersebut:
“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan, ia berkata: "Sesungguhnya bapakku memanggil kamu agar ia memberikan Balasan terhadap (kebaikan)mu memberi minum (ternak) kami". Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata: "Janganlah kamu takut. kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim itu". (QS. Al Qashash: 23)
Al Qur’an menjelaskan kepada kita bagaimana semestinya yang di lakukan oleh seorang wanita dalam budi pekerti dan rasa malu. Al Qur’an menggambarkan bagaimana wanita mulia ini berjalan dengan ekspresi malu, bersih dan suci. Karena itulah Allah subhanahu wata’ala memilihkan untuk Nabi Musa alaihissalam istri dari salah satu diantara keduanya.
Demikianlah yang harus di lakukan oleh para orang tua/wali dalam mendidik anak-anaknya untuk memiliki sifat malu, karena malu adalah perhiasan wanita. Jika dia meninggalkannya, maka terlepaslah semua keutamaannya.
Sesungguhnya pada diri wanita-wanita sahabat juga terdapat contoh dalam hal ini, diataranya adalah Asama’ binti Abu Bakar  ketika sedang memikul biji-bijian di kepalanya dari kebun suaminya  Zubair, yang berjarak kurang lebih 2/3 mil, dia berpapasan dengan rombongan Rasulullah salallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya. Ketika beliau salallahu’alaihi wasallam ingin menolongnya, Asma’ menolak ajakan itu karena merasa malu berjalan bersama laki-laki. Padahal dia bersama Rasulullah salallahu’alaihi wasallam dan para sahabatnya yang mulia.
Asma’ binti Abu Bakar menolak karena rasa malunya, dan tahu bahwa suaminya Zubair, sangat pencemburu. Mengetahui hal itu Nabi salallahu’alaihi wasallam pun berlalu membiarkannya.
Yang dapat kita ambil dari kisah Asma’ binti Abu Bakar adalah perkataannya: “Aku malu berjalan bersama laki-laki” yang menunjukan kesucian dirinya. Rasulullah salallahu’alaihi wasallam mengetahui sikap itu dan menghargainya.
Maka wajib bagi para wanita-wanita muslimah, terutama bagi mereka yang bergelar akhwat yang telah mengetahui ilmu syar’i untuk mencontoh para wanita sahabat. Mereka adalah suri teladan yang selamat dari hawa nafsu yang buruk.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan beri komentar; terimah kasih atas kunjungannya...

 

Area Backlink

Mau bertukar link? Masukan Link Blogku ke blog kamu Kemudian masukan nama/web dan url blog kamu pada kotak yang tersedia di bawah, lalu tekan enter. Active Search Results
Klik tanda SUKA pada Cahaya Islam, untuk mengetahui postingan terbaru blog ini dari facebookmu

Kunjungan Ke

Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes