Zaman
ini adalah zaman keterasingan islam yaitu dimana sunnah dianggap bid’ah dan
bid’ah dianggap sunnah. Kebaikan dianggap keburukan dan keburukan dianggap
sebagai kebaikan. Kaum muslimin berpaling dari ajaran islam dan mengadopsi
cara-cara kehidupan eropa yang lebih mementingkan kehidupan duniawi ketimbang
ukhrawi. Tidak ketinggalan terutama dalam hal pakaian, kaum muslimin cenderung
bangga mengunakan pakaian ala kafir ketimbang pakaian yang disyariatkan oleh
rasulullah salallahu’alaihi wasallam, bahkan merasa rendah jika harus memakai
pakaian tersebut, yang merupakan ciri dan identitas kaum muslimin.
Salah
satu contoh dari sekian banyak contoh yang membuktikan keterasingan islam yaitu
ketika ada diantara kaum muslimin yang bergelar ikhwan memakai celana diatas
mata kaki sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan, bahkan tidak
jarang dituduh sebagai teroris. Jika saja kaum muslimin mau me
Berikut
ini beberapa dalil yang menunjukan larangan melakukan isbal atau menjulurkan
pakaian melewati kedua mata kaki bagi laki-laki.
Pertama:
Melakukan isbal merupakan indikasi kesombongan dan merupakan Dzari’ah (sarana)
yang membawa kepada kesombongan. Sedangkan syariat telah mencegah hal-hal yang
dapat membawa kepada yang diharamkan, dan bahwasannya hukum sarana sama dengan
hukum tujuan
Al
hafizh ibnu Hajar berkata: “Sesunguhnya isbal
itu menghendaki dipanjangkannya pakain, sedangkan memanjangkan pakaian itu
menghendaki adanya kesombongan, walaupun orang yang memakainya tidak bermaksud
demikian”
Perkataan
ini diperkuat oleh riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu
yang dinyatakan marfu’ (sampai kepada Nabi
sallallahu’alahi wasallam) beliau bersabda: “Dan hindarilah olehmu isbal dalam berpakaian karena isbal termasuk
tanda kesombongan.” (Hadits Sahih)
Kedua:
Terdapat ancaman neraka bagi orang yang melakukan isbal sekalipun tidak
disertai dengan rasa sombong sebagaimana terdapat dalam hadits berikut:
Dari
Abu Hurairah rhadiallahu’anhu dari
Nabi sallallahu’alahi wasallam
bersabda: “Apa yang turun melewati mata
kaki maka (tempatnya) di neraka.” (HR. Bukhari)
Ketiga:
Adanya larangan isbal secara mutlak: Dari Al Mughirah bin Syu’bah radhiallahu’anhu berkata telah bersabda
Rasulullah sallallahu’alahi wasallam:
“Wahai Syufyan bin Sahl jangan kamu
melakukan isbal, sebab Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan isbal.”
(HR. Ibnu Majah dihasankan oleh Al Albani)
Sedangkan
hukum asal dari larangan adalah haram dalilnya adalah sabda Rasulullah sallallahu’alaihi wasallam: “Apa saja yang aku perintahkan kepada kalian
maka kerjakanlah semampu kalian dan apa saja yang aku larang kalian maka
tinggalkanlah (Mutaq’alahi)
Keempat:
Bahwasannya isbal merupakan bentuk penyerupaan terhadap wanita sebagaimana
dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu berkata, bahwa Nabi salallahu’alahi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang memanjangkan pakaiannya karena sombong maka Allah
tidak akan memandang kepadanya pada hari kiamat”. Maka Ummu Salamah
berkata: “lalu bagaimana yang harus
diperbuat oleh para wanita terhadap ujung-unjun pakaian mereka?” jawab
beliau: “Hendaklah mereka memanjangkannya
sejengkal (dari mata kaki)”. Ummu Salamah berkata: “Kalau begitu telapak kaki mereka akan kelihatan (kalau berjalan).
Nabi bersabda: “Kalau begitu
panjangkanlah sehasta dan tidak boleh lebih dari itu.”(HR. Abu Dawud, At
Tirmidzi dan Nasa’i. Sahih)
Maka
dari hadits diatas dapat dipahami bahwa Nabi mengkhususkan wanita dengan hukum
yang berbeda dengan hukum bagi para lelaki serta menkhususkan mereka dari
keumuman nash. Sedangkan dalam hadits yang lain dikataan:
“Allah melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang
memakai pakaian perempuan” (HR. Abu Dawud dan lainnya; Shahih)
At
Tabrani rahimahullah berkata: “Tidak diperbolehkan bagi para lelaki untuk
meyerupai kaum wanita dalam masalah pakaian dan perhiasan yang dikhususkan bagi
kaum wanita”.
Wal
hasil bahwasannya isbal bagi wanita hukumya wajib sebab wanita adalah aurat
sedangkan bagi pria adalah haram berdasarkan dari dalil-dali yang shahih.
Alhafizh
ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Bagi
wanita ada dua keadaan yakni: keadaan yang “disukai” yaitu keadaan dimana
(panjang pakaiannya) melebihi apa yang diperbolehkan bagi para lelaki dengan
ukuran sejengkal (kebawah mata kaki) dan keadaan yang “diperbolehkan” yakni
dengan ukuran hasta (dibawah mata kaki) (dikutip dari Fatul Bari 10/259)
Maka
tiada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah. Dzaman ini
timbangan telah terbalik, dimana laki-laki memanjangkan pakaiannya melewati
mata kaki sedangkan para wanita tidak tanggung-tanggung malah meninggikan
pakaiannya sampai keatas lututnya, Na’udzu
billah min dzalik.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan beri komentar; terimah kasih atas kunjungannya...