pasang iklan
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Showing posts with label Kisah Ulama. Show all posts
Showing posts with label Kisah Ulama. Show all posts

Monday 28 November 2011

Imam Al Bukhari Sang Penulis legendaris

Nasab dan kelahiran beliau
Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah al Ja’fi Al Bukhri (selanjutnya di sebut Al Bukhari). Lahir pada bulan syawwal tahun 194 H.
Guru-guru Beliau
Beliau banyak melakukan perjalanan dalam mencari ilmu hadits keseluruh penjuru dunia. Beliau belajar hadits di Khurasan, Al Jibal, Iraq, Hijaz, Syam, Mesir dan lainnya. Sehingga beliau memiliki banyak guru di antaranya: Makki bin Ibrahim, Abdan bin Utsman Al Muuruzi, Abu Ashim Asy- Syaibani, Muhammad bin Abullah Al Anshari, Muhammad bin Yusuf, Abul Walid At Thaiyalisi, Abullah bin Masalamah Al Qa’nabi, Abu Bakar Al Humaidi, Abdullah bin Yusuf, Abul Yaman, Ismail binAbu Uwais, Muhammad bin Katsir, Khalid bin Mukhallid, Ali bin Al Madini, Ahmad bin Hambal, Yahya bin Main dan masih banyak lagi yang tidak mungkin di sebutkan satu persatu. Beliau sering pergi ke Baghdad dan mengajar hadits di sana.
Perjalanannya mencari ilmu dan menulis kitab
Al Bukhari adalah seorang penuntut ilmu, pengajar, pencari hadits, berpengetahuan mendalam, kuat hapalannya dan memiliki pemahaman yang kuat. Awal ia mencari hadits di mulai dari kitab yang di bacanya sehingga ia terilhami untuk menghapal hadits. Saat itu, ia berumur 10 tahun. Saat berusia 11 tahun dia pernah menegur seorang alim yang salah dalam membacakan periwayatan hadits, dan saat ia berusia 16 tahun dia telah hapal kitab-kitab Ibnul Mubarak.
Tatkala ibu dan saudaranya pergi haji ke makkah, dia ikut. Tetapi tidak pulang bersama dengan mereka, karena memutuskan untuk tetap tinggal di sana mencari hadits. Di usia yang ke 18, dia menulis sebuah kitab berharga berjudul Qadhaya ash Shahabah wa at Tabi’in wa Aqwalihim (Kedudukan para sahabat dan tabi’in serta ucapan-ucapan mereka) hanya dalam waktu beberapa hari. Ia juga menulis kitab at Tarikh (sejarah) yang di lakukannya di samping kuburan Nabi salallahu’alaihi wasallam pada malam purnama.
Dalam usianya yang masih kanak-kanak, Al Bukhari kecil telah menghapal 70.000 hadits, sebgaimana yang di katakana oleh Muhammad bin Salam Al Baikandi kepada Salim bin Mujhid. Tatkala di tanyakan kepadanya apakah benar telah hapal 70.000 hadits, Al Bukhari menjawab: “Ya dan lebih banyak dari itu. Tidaklah saya menyampaikan kepada anda sebuah hadits dari sahabat atau tabi’in melainkan saya tahu banyak mengenai kelahiran, wafat, dan tempat tinggal mereka. Dan tidaklah saya meriwayatkan hadits dari sahabat atau tabi’in melainkan saya mempunyai asal yang saya hapal dari kitabullah dan sunnah Rasulullah salallahu’alaihi wasallam”.
Al Bukhari kecil belajar kepada ulama bersama teman-temannya yang telah dewasa. Ketika teman-temannya mencatat apa yang mereka dengar dari para ulama hadits, Al Bukhari kecil tidak turut mencatatnya, akan tetapi langsung menghapalnya.  Tatkala ia berusia 10 tahun, dan bertemu dengan teman-teman lamanya, Al Bukhari kecil berkata: “Perlihatkan catatan kalian kepadaku”. Maka teman-temannya memperlihatkannya, lalu Al Bukhari kecil menambahkan 15.000 hadits kepada mereka dari hapalannya, sehingga teman-temannya memperbaiki catatan-catatan mereka.
Terbetik dalam pikiran Al Bukhari untuk mengumpulkan sunnah-sunnah Nabi salallahu’alaihi wasallam tatkala beberapa sahabatnya memintanya untuk mengumpulkan hadits di dalam sebuah kitab, yakni kitab Al Jami’ yang kemudian di hadiahkan kepada Ali bin Abu Hamid Al Ashbahani.
Al Bukhari telah menulis kitab (Ash Shahih) dengan memilah-milah dari 600.000 hadits. “Tidaklah saya memasukannya kedalam kitabku Al Jami’ melainkan hadits-hadits yang shahih saja, dan saya meninggalkan (tidak menulis) beberapa hadits shahih khawatir terlalu panjang/tebal”, ujarnya. Bukhari juga mengatakan, “Saya menulis kitab Al Jami sekitar 10 tahun. Saya memilih hadits-hadits tersebut dari 600.000 hadits dan saya menjadikannya hujjah antara aku dan Allah subahanahu wata’ala”. Abdul Qudus mendengar dari beberapa gurunya, bahwa mereka berkata tentang imam Al Bukhari: “Al Bukhari menulis terjemahan kitab Al Jami’nya di antara kubur dan mimbar Nabi salallahu’alaihi wasallam (di masjid Nabawi) dan setiap akan menulis satu penjelasan hadits beliau salat dua rakaat”. Muhammad bin Yusuf mengomentari: “Bahkan dia mandi sebelum shalat”. Telah mendengar kitab Ash Shahih karya Muhammad bin Ismail Al Bukhari 90.000 orang.
Ibadah dan Mu’amalahnya
 Bakar Abu Said berkata: “Ada seseorang yang membawa barang dagangan kepada Muhmmad bin Ismail (Al Bukhari), dan setelah Isya berkumpullah beberapa pedagang untuk mengambil barang dagangan tersebut dengan member untung 5000 dirham, beliau menyetujuinya dan berkata kepada mereka: “Pulanglah kalian malam ini”. Pagi harinya datang para pedagang lain yang ingin mengambil barang dagangan tersebut dengan memberi untung 10.000 dirham. Beliau menolaknya dan berkata: “Saya sudah meniatkan untuk memberikan barang dagangan ini kepada para pedagang yang telah datang tadi malam dan saya tidak senang membatalkan niat saya”.
Bakar Abu Said juga berkata: “Pada suatu hari Muhammad bin Ismail merasa teganggu ketika sedang shalat. Selesai shalat ia berkata kepada para sahabatnya: “Lihatlah ini, apa yang mengangguku ketika aku sedang shalat!” maka mereka melihatnya, ternyata lalat penyengat telah menyengatnya sebanyak 17 tempat, aka tetapi ia tidak memutuskan shalatnya. Tatkala para sahabatnya bertanya, mengapa tidak memutuskan shalatnya sejak awal, dia menjawab: “karena saya sedang shalat, saya lebih suka untuk menyempurnakannya.”
Nasj bin Said berkata: “ketika awal bulan ramdhan, para sahabat Al Bukhari berkumpul bersamanya. Beliau shalat bersama mereka dengan membaca 20 ayat setiap rakaat. Setiap waktu sahur beliau membaca Al Qur’an lebih dari sepertiganya dan mengkhatamkannya selam 3 hari juga pada waktu sahur. Jika pada waktu tersebut beliau tidak mengkhatamkannya maka beliau selesaikan pada waktu ifthar (berbuka puasa) sambil berdoa”. Muhammad bin Yusuf berkata: “Pada suatu malam saya bersama Muhammad bin Ismail Al Bukhari di dalam rumahnya. Saya menghitung dia bangun untuk menyalakan lampu lalu mudzakarah (menelaah) sesuatu sampai berulang 18 kali. Pada waktu sahur beliau melakukan shalat lail 13 rakaat dengan witir 1 rakaat”.
Pujian para ulama
Muhammad bin Abu Hatim mendengar Imam Al Bukhari berkata: “Tatkala masuk ke kota Bashrah, saya bermajelis dengan Muhammad bin Basyar. Tatkala keluar majelis, dia melihatku. Dia bertanya kepadaku: “Darimana kamu wahai pemuda?” maka saya menjawab: “Dari penduduk Bukhara”. Bagaimana engkau justru meninggalkan Abu Abdillah Al Bukhari dan tidak belajar kepadanya?”  keluhnya. Maka para sahabat Muhammad bin Basyir berkata kepadanya: “Semoga Allah merahmati engkau. Dialah Abu Abdillah (Al Bukhari) itu”. Lantas Muhammad bin Basyir memegang tanganku dan memelukku. Kemudian berkata: “Selamat atas kedatangan orang besar lagi mulia yang telah kami tunggu sejak 2 tahun lalu”.
Muhammad bin Isyak berkata: “Saya tidak melihat di bawah kolong langit ini yang alim tentang hdits daripada Muhammad bin Ismail Abu Abdillah (Al Bukhari)”. Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad Al Ja’fi berkata: “Muhammad bin Ismail adalah seorang imam. Maka barangsiapa yang tidak menjadikannya imam, maka dia pantas di curigai”.
Kepiawaiannya dalam Ilmu Hadits
Para ulama dari berbagai negri seperti Bashrah, Syam, Hijaz dan Kuffah menaruh hormat kepada imam Al Bukhari.
Pernah imam Al Bukhari datang ke Baghdad dan kedatangannya di dengar oleh para ahlu hadits. Mereka berkumpul untuk bersepakat menguji imam Al Bukhari dengan 100 hadits. Mereka membolak-balik matan (isi hadits) dan sanadnya (Para periwayat hadits) nya, dan menyerahkan hadits yang sudah di bolak-balik tadi kepada 10 orang, sehingga setiap 10 orang mendapatkan jatah 10 hadits. Ketika hari yang sudah di tentukan untuk bermajelis tiba, berdatanganlah para ahli hadits, baik dari maghrib, Khurasan, Baghdat, dan tempat lain. Tatkala suasana majelis sudah tenang, mulailah salah seorang dari 10 orang tadi menyampaikan hadits yang telah di bolak-balik itu, dan setiap selesai membacakan satu hadits dia bertanya kepada imam Al Bukhari tentang hadits tersebut. Maka Imam Al Bukhari menjawab: “Aku tidak tahu tentang hadit tersebut”. Lalu di bacakanlah lagi hadits yang lainnya dan di tanyakan lagi kepadanya, dia menjawab lagi: “Tidak tahu”. Demikan sampai selesai 10 hadits. Para fuqaha yang hadir di majelis tersebut saling berpandangan satu sama lain dan berkata: “Jawaban Al Bukhari itu menunjukan dia orang yang lemah dan sedikit hapalannya”. Lalu mulailah orang kedua, ketiga, keempat sampai selesai 10 orang membacakan semua hadits-hadits tersebut beliau tetap menjawab: “Saya tidak tahu hadits tersebut”. Tidak lebih dari itu. Tatkala imam Al Bukhari mengetahui pembacaan hadits-hadits tersebut sudah selesai, maka beliau menghadap kepada orang yang pertama membacakan hadits tadi dan berkata: “Adapun haditsmu yang pertama yang seperti itu maka yang benar begini. Haditsmu yang kedua begitu, maka yang benar begini. Haditsmu yang ketiga begitu maka yang benar begini”. Dan seterusnya sampai 10 hadits. Beliau mengembalikan matan dan sanad hadits yang telah di bolak-balik sebagaimana semula. Demikianlah yang di perbuat imam Al Bukhari kepada 10 orang tersebut. Hingga akhirnya manusia menetapkan kuatnya hapalan imam Al Bukhari dan keutamaannya.
Majelis imam Al Bukhari
Abu Ali Shalih bin Muhammad Al Baghdadi berkata bahwa ketika Muhammad bin Ismail menyampaikan hadits-haditsnya beberpa kali di Baghdad, yang hadir pada setiap pertemuan lebih dari 20.000 orang. Perkataan serupa juga di sampaikan oleh Muhammad bin Yusuf.
Al Bukhari berkunjung ke Bashrah, dan berada dalam masjid Jami’. Tatkala ada orang yang mengetahuinya, maka dia umumkan kedatangannya kepada penduduk Bashrah. Mereka meminta kepadanya untuk membuat suatu majelis ilmu. Maka berkumpulah para penuntut ilmu termasuk orang-orang tua, para ahli fiqih, ahli hadits, para hufazh hingga berjumlah ribuan orang, sehingga keluarlah ungkapan, “Telah hadir pada  hari ini sayyidul fuqaha’ (penghulu ahli fiqih)”.
Hikmah
Abu Said Bakar bin Munir berkata bahwa Al Amir (penguasa) Khalid bin Ahmad Adz Dzuhli mengirim utusan ke Bukhara kepada Muhammad bin Ismail, agar mengajar kitab al Jami’, At Tarikh dan selainnya (secara privat). Maka Muhammad bin Ismail berkata kepada utusan tersebut: “Sesungguhnya kami tidak merendahkan ilmu, dan tidak mengajarkan ke rumah-rumah. Jika engkau membutuhkan ilmu tersebut, maka datanglah ke masjid saya atau rumah saya. Jika tidak, maka engkau adalah penguasa, mampu melarang saya untuk bermajelis, sehingga sayapu udzur di hadapan Allah subhanahu wata’ala pada hari kiamat. Karena saya tidak akan menyembunyikan ilmu, sebab Nabi salallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lantas dia menyembunyikannya maka ia akan di kekang dengan tali kekang dari neraka”.
Imam Al Bukhari berkata tentang Al Qur’an, “Gerakan, suara, usaha dan tulisan mereka adalah makhluk, adapun Al Qur’an  yang di baca tetap dalam mushaf yang tertulis dan terjaga (di hapal) dalam hati, maka itu adalah kalam Allah dan bukan makhluk, Allah berfirman:
“Sebenarnya, Al Qur’an adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang berilmu.” (QS. Al Ankabut: 49)
Ibrahim bin Muhammad setelah menyelenggarakan jenazah Muhammad bin Ismail berkata bahwa shahibul Qishar kemarin aku bertanya kepada Muhammad bin Ismail: “Wahai Abu Abdillah apa yang engkau katakana tentang Al Qur’an?”. Lalu beliau menjawab: “Al Qur’an adalah kalamullah bukan makhluk”. Kemudian aku (Ibrahim bin Muhammad) katakana kepadanya: “Manusia menyangka engkau mengatakan apa-apa yang terdapat dalam mushaf itu bukan Al Qur’an! Dan ayat-ayat yang berada di dalam dada-dada manusia juga bukan Al Qur’an”. Maka ia menjawab: “Astaghfirullah, engkau bersaksi terhadap sesuatu yang tidak kau dengar dariku. Maka aku katakana sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Demi Thur dan demi kitab yang tertulis”. (QS. At Thur: 1-2)
Abu Hasan Muhim bin Salim mendengar Muhammad bin Ismail berkata: “Pujian dan celaan di sisiku itu satu atau sama”.
Wafat beliau
Abdul Wahin bin Adam berkata: “Saya melihat Nabu salallahu’alaihi wasallam di dalam mimpi bersama para sahabatnya. Beliau berhenti/berdiri pada suatu tempat. Aku mengucapkan salam kepadanya dan beliaupun menjawab salamku. Aku bertanya: “Mengapa berhenti di sini wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhari”. Setelah beberapa hari datanglah kabar tentang kematian imam Al Bukhari. Tatkala saya perhatikan waktu kematian beliau, ternyata tepat pada saat aku bermimpi bertemu dengan Rasulullah salallahu’alaihi wasallam tersebut.
Abul Hasan bin Salim berkata: “Abu Abidillah Muhammad bin Ismail meninggal pada malam sabtu malam Idul Fitri tahun 256 H”.
Yahya bin Ja’far berkata: “Seandainya saya mampu untuk menambah usia Muhammad bin Ismail (imam Al Bukhari) maka akan aku lakukan, karena kematianku adalah kematian seorang biasa, sedang kematian Muhammad bin Ismail adalah hilangnya ilmu.”

Sunday 6 November 2011

Ibnu Sirin Sang Penafsir Mimpi


Imam Muhammad Ibnu Sirin al Basri rahimahullah (w. 110 H) tergolong penafsir mimpi yang paling terkenal, karena kemampuannya yang tinggi dalam memahami sesuatu mimpi. Banyak sekali tafsir mimpi ajaib yang beliau kemukakan dalam perjalanan hidupnya, yang kesemuanya itu menunjukan karunia Allah subhanahu wata’ala yang di berikan kepadanya, yaitu kompetensi dan ilmu yang luas dalam tafsir mimpi. Kita pilihkan diantaranya adalah sebagai berikut:

Ø  Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Sirin rahimahullah seraya berkata: “Dalam tidurku aku bermimpi melihat istriku mengenakan anting-anting di telinganya, separuh dari anting itu terbuat dari emas dan separuhnya terbuat dari perak”. Ibnu Sirin berkata: “Barangkali engkau  telah menalaknya dua kali dan tersisa satu kali lagi”. Laki-laki itupun berkata: “Ya (benar), memang seperti itulah adanya”.
Ø  Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Sirin rahimahullah: “Aku bermimpi bahwa aku meminun dari sebuah tempayan besar yang memiliki dua kepala. Kepala asin dan kepala manis”. Ibnu Sirin berkata: “Engkau memiliki seorang istri yang memiliki saudari, sementara engkau merayu saudari istrimu tersebut. Maka bertakwalah kepada Allah subhanahu wata’ala”. Laki-laki itupun berkata: “Engkau benar dan aku bersaksi bahwa aku bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala”.
Ø  Seorang wanita datang kepada Ibnu Sirin, seraya berkata: “Aku bermimpi, pada diriku terdapat dua buah batu permata, salah satu dari keduanya lebih besar dari yang lain. Kemudian saudariku memintaku untuk memberikan salah satu batu permata tersebut. Kemudian aku berikan kepadanya yang kecil”. Maka Ibnu Sirin berkata: “Jika engkau jujur dengan mimpi tersebut, maka engkau telah mempelajari dua surat, salah satunya lebih panjang dari yang lainnya. Kemudian engkau ajarkan yang pendek kepada saudarimu”. Diapun menjawab: “Anda benar”.
Ø  Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Sirin seraya berkata: “Ada seorang laki-laki bermimpi bahwa ada seorang laki-laki bermimpi bahwa dia memecahkan sebutir telur dari kepalanya, kemudian dia mengambil yang putih lalu meninggalkan yang kuning”. Ibnu Sirin berkata: “Katakan kepada laki-laki tersebut untuk mendatangimu agar aku menyampaikan tafsir mimpinya  kepadanya”. Laki-laki itu berkata: “Apakah aku beritahukan kepadanya permintaanmu? Ibnu Sirin menjawab: “Tidak”. Maka laki-laki itupun mengaku, bahwa dialah yang mimpi dengan mimpi tersebut. Maka Ibnu Sirin meminta sahabatnya untuk memanggil petugas keamanan (pihak yang berwajib) agar menangkapnya karena dia telah menggali kuburan orang mati, kemudian mencuri kafan-kafan mereka. Maka laki-laki itupun berkata: “Aku bersaksi bahwa aku telah bertaubat kepada Allah subhanahu wata’ala dan tidak akan mengulanginya lagi”.
Ø  Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Sirin rahimahullah seraya berkata: “Sesungguhnya aku telah melamar seorang wanita hitam dan pendek dalam mimpi”. Maka Ibnu Sirin rahimahullah berkata: “Pergilah, nikahilah dia, karena hitamnya adalah hartanya, dan yang pendek adalah adalah umurnya yang pendek, engkau akan cepat mewarisi hartanya”. Dan ternyata seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Sirin rahimahullah.
Ø  Hisyam bin Hasan mengisahkan, dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Ibnu Sirin seraya berkata: “Aku bermimpi seakan-akan aku mencari atau meminta minum. Maka akupun datang dengan membawa satu gelas air, kemudian aku letakkan diatas telapak tanganku”. Maka Ibnu Sirin berkata: “Anggaplah engkau tidak bermimpi sesuatupun”. Maka laki-laki itupun berkata: “Subhanallah, aku ceritakan mimpi kepadamu dan engkau mengatakan bahwa engkau tidak bermimpi apa-apa?”. Maka Ibnu Sirin berkata: Jika bermimpi seperti ini, maka istrimu akan melahirkan kemudian meninggal, dan sang anak akan tinggal bersamamu”. Tatkala laki-laki itu keluar, dia berkata: “Demi Allah aku tidak bermimpi sesuatu”. Hisyampun berkata: “Beberapa waktu setelah itu, istrinya melahirkan seorang anak laki-laki dan meninggal dan tinggallah anak  laki-laki itu bersamanya.”
Subhanallah…

 

Area Backlink

Mau bertukar link? Masukan Link Blogku ke blog kamu Kemudian masukan nama/web dan url blog kamu pada kotak yang tersedia di bawah, lalu tekan enter. Active Search Results
Klik tanda SUKA pada Cahaya Islam, untuk mengetahui postingan terbaru blog ini dari facebookmu

Kunjungan Ke

Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes