Sudah menjadi
hal yang wajar kalau dalam masyarakat Islam terdapat usaha-usaha yang ditujukan
unutk menyelesaikan segala perselisihan dan
perbedaan yang terjadi. Dikarenakan termasuk dalam pokok ajaran islam
berpegang teguh dengan tali Allah dan
menghindari perpecahan. Dan merupakan
hal yang menggembirakan bagi seorang muslim yang mukhlish apabila kaum muslimin
bisa bersatu di bawah kepemimpinan satu orang. Pendekatan adalah sarana untuk
mencapai persatuan itu dan menghindari
perpecahan serta saling berprasangka baik
guna menjaga persatuan umat.
Dan pendekatan
yang kita idam-idamkan adalah pendekatan
yang benar-benar hidup dan berdasarkan alasan yang jelas. Yang berdasarkan pada dalil-dalil yang ilmiah dan
berdasarkan pada pengalaman lapangan.
Bukan pendekatan yang hanya sebatas dalam tataran diskusi,
perkumpulan yang hanya dihiasi
dengan hal-hal yang semu, akan tetapi
kenudian tidak kita dapati dalam dunia nyata sebuah dampak atau pengaruh.
Oleh karena itu saya pribadi memandang bahwa
pendekatan yang benar adalah: Dengan mendekatkan sunnah dan syiah melalui pokok
ajaran Islam (Al Quran dan Sunnah) dan
saya tidak mendukung usaha pendekatan yang diarahkan kepada kelompok yang sudah
jelas beda di atas kebenaran untuk berdekatan dengan kelompok yang tidak berpijak pada kebenaran. Dan kami
memandang bahwa pendekatan yang benar adalah pendekatan kepada al Kitab dan
Sunnah. Dan sekarang marilah kita lihat sejauh mana kedekatan atau kejauhan
syiah dengan dua pokok ini. Untuk menjelaskan itu kami katakan:
Pertama: Al Quran
Saya tidak akan
mengulang-ulang tentang aqidah para ulama syiah yang menganggap bahwa al Quran
sudah dirubah. Akan tetapi saya akan
menjelaskan bebrapa poin yang memiliki kaitan dengan hal ini.
1. Dengan
asumsi bahwa sebagian ulama syiah ada
yang tidak sependapat dengan keyakinan bahwa al Quran sudah diubah, akan tetapi
kita masih melihat bahwa kaum syiah masih terus menerus mencetak dan menggandakan buku-buku yang memmuat alur pikiran ini,
sebagai contoh:
- Al Kafi karya al Kulani, 'Mahdi'
mengatakannya, "al Kafi sudah cukup
bagi Syiah." (dalam Raoudhotul
Jannat Khunsariy juz 6 hal 116)
- Biharul Anwar karya al Majlisi, dicetak
dalam bentuk CD.
- Al Anwarur Ridhowiyah karya Syeikh Ahmad Ali
Ashfur al Bahrani.
- Tahriful Qur’an karya Sayyid Ali Naqiy ibn
Abil Hasan dalam bahasa Urdu.
2. Penghormatan
kaum syiah terhadap ulama mereka yang berpendapat bahwa al Quran sudah tidak
asli. Seperti An Nur Thobrisi, Salim ibn Qois al Hilali, Muhammad al Faidh al
Kasyani, Muhammad Baqir al Majlisi, Yusuf Bahrani, Nikmatullah al Jazairiy.
Berkata Abul Hasan al ‘Amili: "Menurut kami pendapat yang mengatakan bawa al Quran
sudah dirubah, sudah tidak asli adalah pendapat yang benar, apalagi setelah
penelitian di berbagai atsar dan
periwayatan. Yang mana sangat mungkin dikatakan itu sebagai dhoruriyat madzhab
syiah, dan juga merupakan salah satu sarana guna merebut kekholifahan." (dalam
muqoddimah kedua, bagian keempat Miratul
Anwar wa Misykatul Asrar). Berkata
Syeikh Nikmatullah al Jazairi: "Sesungguhnya
menerima begitu saja bahwa al Quran adalah mutawatir yang merupakan wahyu
ilahi, dan keyakinan bahwa semuanya diturunkan melalui Jibril. Mengakibatakan
menolak semua riwayat yang mutawatir yang menyatakan dengan tegas bahwa al
Quran telah diubah baik secara harfiah, makna maupun materinya. Meskipun
sebagaian besar kita telah menyatakan
akan kebenaran hal itu." (dalam al Anwarun Nu’maniyah juz 2 hal
357)
3. Masih
banyak kalangan ulama syiah modern yang berkeyakainan bahwa al Quran sudah
tidak asli lagi, sebagai contoh: Syeikh Dr. Adnan Wail, Syeikh Husein Fuhaid,
mereka memiliki kaset dan video yang menunjukkan bahwa pendapat ini masih
diyakini di kalangan syiah.
4. Kaum
syiah tidak memperhatikan tilawah dan ta’allumulquran meskipun sampai pada
jenjang perguruan tinggi dan pada lembaga-lembaga intelektual keagamaan. Apa
yang akan kami paparkan disini bukanlah kami ambilkan dari pendapat ulama
kalangan sunni seperti syeikh Musa Jarullah atau syeikh Nadawi, akan tetapi
saya ambilkan dari figur kepemimpinan syiah
yang tertinggi hari ini, yaitu Ayatullah Khomeni dan yang lainnya dari
ulama besar syiah... mereka mengatakan: "Yang menjadi keprihatinan adalah bahwasanya kita sebenarnya mampu untuk memulai
studi atau melanjutkannya begitu kita menerima ijazah ijtihad tanpa harus ada kewajiban untuk ujian al Quran, meskipun
hanya sekali!!!! mengapa demikian??? Dikarenakan studi kita tidak mengacu pada
al Quran." (dalam Tsawabit wa Mutaghoyyirot Gauzah Ilmiah oleh Dr.
Ja’far al Baqir hal 110). Dia juga mengatakan: "Jika seseorang ingin mendapatkan peredikat tertentu dalam jenjang
pendidikan, maka dia tidak perlu belajar tafsir al Quran, supaya tidak disangka orang bodoh. Karena dia
mempunyai keyakinan bahwa para ahli tafsir yang mana umat sudah banyak
mendapatkan manfaat dari mereka, dia katakan sebagai orang yang bodoh, tidak
mempunyai bobot ilmu. Oleh karena itu
kita harus meninggalkan al Quran, kalau tidak ingin mencoreng aib pada
kita." (dalam Tsawabit wa
Muaghoyyirot hal. 112) Berkata Dr. Baqiry:
"Seorang murid bisa sampai
pada puncak jenjang studinya, yaitu “Ijtihad” tanpa harus mendalami ilmu-ilmu
tentang al Quran. Atau hanya sekedar
mempelajari bagaimana cara membaca dengan benar. Cukup baginya untuk mengetahui
bagaimana cara pengambilan hukum (istimbathul ahkam) syariat ketika dalil-dalil
disodorkan kepadanya. Sehingga dia bisa menyimpulkannya dari sisi fiqhnya
dengan kemampuan akal dan kaidah ushul yang khusus." (dalam buku yang
sama hal 110) Berkata Atyatullah Muhammad Husein Fadhl: "Sungguh
kami terkejut dengan kurikulum studi di Najf dan Qum dan pada tempat yang lainnya, yang tidak memasukkan studi al Quran
dalam kurikulum nya." (dalam
buku yang sama hal 111)
Kedua:
Pendapat Kalangan Syiah Tentang Sahabat
Allah ta’ala dan
Rasul salallahu’alaihi wasallam sudah menjelaskan posisi para sahabat yang
merupakan pembawa panji-panji Islam dan merupakan penopang agama ini. Akan
tetapi kalangan syiah mengatakan: "Sesungguhnya
seluruh sahabat telah keluar dari agamanya “murtad” sepeninggal Nabi
salallahu’alaihi wasallam, kecuali hanya empat orang saja". Pendapat
ini bisa dilihat dalam:
-
Kitab Salim ibn Qois al ‘Amiri, hal. 92 cetakan Darul Funun.
-
Raodhothul Kafi juz. 8 hal 245
-
Hayatul Qulub, oleh Al Majlisi
juz 2 hal 640
Mereka juga
mengkafirkan dan juga melaknat Ummul Mukminin Aisyah. Al Majlisi berkata: "Kita
semua berlepas diri dari empat berhala... Aisyah dan Hafshoh... mereka adalah
seburuk-buruk makhluk Allah yang ada di muka bumi. Dan seorang imannnya tidak
dianggap sempurna sebelum berlepas diri dari mereka." (dalam Hidayah oleh Ash Shoduq hal 110 dan dalam
Haqqul Yakin karya al Majlisi hal 519)
Berkata Syeikh Abdul Wahid al Anashori – dia adalah tokoh pendekatan
antara sunni dan syiah -: "Kaum
syiah mengkategorikan sebagai pelecehan terhadap Islam apabila seseorang
mengambil tafsir melalui Abu Hurairah, Samurah ibn Jundub atau Anas ibn Malik
dan yang sekelas dengan mereka. Mereka
menyakini bahwa mereka telah memalsukan agama dan telah berdusta."
(dalam Adhwau ala Khuthuth, oleh Muhibbudin al Khothib, hal 65).
Kaum syiah juga
berbeda dengan kaum muslimin, mereka berkeyakinan bahwa sumber wahyu
tidak hanya berasal dari Nabi salallahu’alaihi wasallam. Ayatullah Husein al Khorsani berkata tentang
persatuan dan pendekatan: “Kami kaum
syiah memandang sebagai satu kewajiban dan hal penting untuk menyatukan Islam
dan meninggalkan segala hal yang bisa menimbulkan perpecahan dalam Islam".
Akan tetapi dalam halaman yang sama dia berkata: "Adapun alasan Syiah melaknat Abu Bakar dan Umar dan para pengikutnya dikarenakan akan hanya mengikuti Rasulullah salallahu’alaihi wasallam!!!
Sesungguhnya mereka – tidak diragukan lagi-
mereka sudah tertolak dari Nabi
dan dilaknat Allah." (dalam Islah ala Dhouit Tasyayu’ hal 88).
Sumber: www.hakekat.com