Usia Anas masih sangat muda,
ketika ibunya Al Ghumaisha’ (ada yang berkata bahwa nama ibu Anas adalah
Rumaisha’ atau Ghumaisha’ padahal yang rajih adalah bahwa keduanya merupakan
julukan baginya) mentalqinkannya dengan dua kalimat syahadat. Ibunya mengisi
hatinya yang bersih dengan kecintaan kepada Nabiyul Islam Muhammad bin Abdullah
salallahu’alaihi wasalam.
Maka dibenak Anas pun mulai tumbuh
rasa cinta kepada Rasulullah salallahu’alaihi
wasalam sekalipun dia belum pernah
bersua dengan Nabi mulia tersebut dan hanya mendengar kisah beliau sebatas dari
orang ke orang. Tidak mengherankan, karena terkadang telinga lebih dahulu
merindukan sesuatu daripada mata.
Betapa seringnya Anas kecil berangan
bisa berkelana menemui Nabinya di Makkah atau beliau salallahu’alaihi wasallam bisa datang kepada mereka di Yastrib
sehingga dia bisa berbahagia karena bisa melihatnya dan tentram bertemu
dengannya.
Angan-angan itu dalam waktu dekat
ternyata telah berubah menjadi kenyataan, Yastrib membanggakan dan berbahagia
mendengar bahwa Nabi salallahu’alaihi
wasalam dan sahabatnya As Shiddiq dalam perjalanan ke arahnya. Maka
keceriaan memenuhi semua rumah dan kebahagian menyelimuti semua hati.
Mata dan hati bergayut dengan
jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa langkah Nabi salallahu’alaihi wasalam dan sahabatnya ke Yastrib. Anak-anak muda
bergumam setiap cahaya pagi bersinar, Muhammad telah datang. Maka Anas bersam
anak-anak kecil lainnya berlari-lari hendak menyambutnya, namun dia tidak
melihat siapapun, dia pulang dengan sedih lagi kecewa.
Di suatu pagi yang indah yang
penuh asa dan keceriaan yang semerbak, orang-orang Yastrib pun berbisik satu
sama lain: “Muhammad dan sahabatnya telah
berjalan mendekati Madinah.”
Maka orang banyak pun berhamburan
ke jalan-jalan yang penuh berkah, jalan yang membawa Nabi petunjuk dan kebaikan
kepada mereka. Mereka berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau secara
bergelombang. Kelompok demi kelompok, di sela-sela mereka ada sekumpulan
anak-anak yang tak kalah bersemangat, wajah-wajah mereka di hiasi kebahagiaan
dan menyatu dengan hati kecil mereka serta yang penuh suka cita memenuhi jiwa
mereka yang jernih. Di barisan depan anak-anak tersebut adala Anas bin Malik Al
Anshari.
Rasulullah salallahu’alaihi wasalam dan sahabatnya Ash Shiddiq datang, keduanya berjalan diatara kumpulan orang-orang
dewasa dan anak-anak dalam rombongan yang besar.
Adapun kaum wanita dan gadis-gadis remaja yang
biasa tinggal di rumah maka mereka naik keatap-atap rumah, mereka ingin melihat
Rasulullah salallahu’alahi wasallam
seraya bergumam: “Yang mana dia? Yang
mana dia?”
Hari itu adalah hari yang tidak
terlupakan. Anas bin Malik senantiasa mengingatnya sampai dia berumur 100 tahun
lebih. Tidak lama setelah Rasulullah salallahu’alahi
wasallam tinggal di Madinah, Al Ghumaisha’ binti Milhan, datang kepada
beliau dengan di sertai Anas anak laki-lakinya yang masih kanak-kanak, anak
laki-laki itu berlarian di depan ibunya dengan ujung rambut yang jatuh di
keningnya.
Al Ghumaisha’ mengucapkan salam
kepada Nabi salallahu’alahi wasallam
dan dia berkata: “Ya Rasulullah, semua
laki-laki dan wanita dari Anshar telah memberimu hadiah, tetapi aku tidak
mempunyai apapun yang bisa aku jadikan hadiah untukmu selain anak laki-lakiku
ini. Terimalah dia, dan dia akan berkhidmat kepadamu sesuai dengan apa yang
engkau inginkan.”
Nabi salallahu’alahi wasallam bahagia, beliau memandang anak muda ini
dengan wajah berseri-seri, beliau mengusap kepalanya dengan tangan beliau yang
mulia, menyentuh ujung rambutnya dengan jari-jemari beliau yang lembut dan
beliau menganggapnya sebagai keluarga.
Anas bin Malik atau Unais (anak kecil), begitu
terkadang mereka memanggilnya sebagai ungkapan sayang kepadanya, berumur 10
tahun manakala ia berbahagia bisa berkhidmat untuk Rasulullah salallahu’alahi wasallam.
Anas radhiallahu’anhu hidup di samping Nabi salallahu’alahi wasallam dan berada di bawah bimbingan beliau
sampai Nabi salallahu’alahi wasallam
berpulang ke Rafiq al A’la yaitu
selama kurang lebih 10 tahun. Selama itu Anas memperoleh bimbingan dari Nabi salallahu’alahi wasallam yang dengannya
dia menyucikan jiwanya, memahami hadits beliau yang memenuhi dadanya, mengenal
akhlak beliau yang agung, rahasia-rahasia dan sifat-sifat terpuji beliau yang
tidak dikenal oleh orang lain.
Anas bin Malik mendapatkan
perlakuan yang mulia dari Rasulullah
salallahu’alahi wasallam yang tidak diperoleh oleh seorang anak dari
bapaknya. Megenyam keluhuran perangai Rasulullah salallahu’alahi wasallam dan agungnya sifat-sifatnya yang
membuat dunia patut untuk iri kepadanya.
Biarkanlah Anas sendiri yang
menyampaikan sebagian lembaran cemerlang dari perlakuan mulia yang dia dapatkan
di bawah naungan seorang nabi yang pemurah dan berhati mulia, karena Anas lebih
tahu tentangnya dan lebih berhak untuk menceritakannya.
Anas bin
Malik berkata: “Rasulullah
salallahu’alahi wasallam adalah orang yang paling baik akhlaknya, paling lapang
dadanya, dan paling besar kasih sayangnya. Suatu hari beliau mengutusku untuk
suatu keperluan, aku berangkat, tetapi aku menuju anak-anak yang sedang bermain
di pasar dan bukan melaksanakan tugas Rasul salallahu’alahi wasallam, aku ingin
bermain bersama mereka, aku tidak pergi menunaikan perintah Rasulullah
salallahu’alahi wasallam. Beberapa saat setelah berada di tengah-tengah
anak-anak itu, aku merasa seseorang berdiri di belakangku dan memegang bajuku.
Aku menoleh, ternyata dia adalah Rasulullah salallahu’alahi wasallam dengan
tersenyum, beliau bersabda: “Wahai Unais, apakah kamu telah pergi seperti apa
yang aku perintahkan?” maka akupun menjadi salah tingkah, aku menjawab: “Ya,
sekarang aku akan berangkat Rasulullah.”
Demi
Allah, aku telah berkhidmat kepada beliau selama 10 tahun, beliau tidak pernah
berkata untuk sesuatu yang aku lakukan: “Mengapa kamu melakukan ini?” beliau
tidak pernah berkata untuk sesuatu yang aku tinggalkan: “Mengapa kamu
tinggalkan ini?”
Bila Rasulullah salallahu’alahi wasallam memanggil Anas,
terkadang beliau memanggilnya dengan Unais sebagai ungkapan cinta dan kasih
sayang, dan dilain waktu Nabi salallahu’alahi
wasallam memanggilnya: “Wahai
anakku.”
Nabi salallahu’alahi wasallam memberikan nasehat-nasehat dan
petuah-petuah beliau yang memenuhi hati dan jiwanya. Diantara nasehat-nasehat
itu adalah sabda Nabi kepadanya:
“Wahai anakku, jika kamu mampu mendapatkan
pagi dan petang sementara hatimu tidak membawa kebencian kepada seseorang maka
lakukanlah wahai anakku, sesungguhnya hal itu termasuk sunnahku, barangsiapa
yang menghidupkan sunnahku maka dia menyintaiku…Barangsiapa menyintaiku maka
berarti dia bersamaku di Surga…Wahai anakku jika kamu masuk kepada keluargamu
maka ucapkanlah salam, karena itu merupakan keberkahan bagimu dan keluargamu.”
Anas bin Malik hidup setelah
Rasulullah salallahu’alahi wasallam
wafat selama 80 tahun lebih, selama itu Anas mengisi dada umat dengan ilmu
Rasulullah salallahu’alahi wasallam
yang agung dan menumbuhkan akal pikiran mereka dengan fikih kenabian.
Selama itu Anas menghidupkan hati
umat dengan dengan petunjuk Nabi salallahu’alahi
wasallam yang dia sebarkan diantara para sahabat dan tabi’in, dengan
sabda-sabda Rasulullah salallahu’alahi
wasallam yang berharga dan perbuatan-perbuatan beliau yang dia terbarkan
diantara manusia.
Dengar umurnya yang panjang, Anas
menjadi rujukan bagi kaum muslimin dimasa hidupnya, mereka bertanya kepadanya
setiap mereka dihadang oleh perkara penting dan setiap kali pemahaman mereka
tidak menjangkau sebuah hukum.
Diantaranya, sebagian orang-orang
yang gemar berdebat dalam agama berselisih tenatang haudh (telaga) Nabi salallahu’alahi wasallam dihari kiamat,
maka mereka bertanya kepada Anas tentang hal itu, Anas pun berkata: “Aku tidak pernah menyangka akan bisa
hidup sehingga aku melihat orang-orang seperti kalian yang berdebat dalam
perkara telaga Nabi salallahu’alahi wasallam, sungguh aku telah meninggalkan
wanita-wanita tua di belakangku, setiap mereka tidak melakukan shalat kecuali
dia memohon kepada Allah agar memberinya minum dari telaga Nabi salallahu’alahi
wasallam.”
Anas bin Malik terus hidup bersama
kenangannya bersama Rsulullah salallahu’alahi
wasallam selama kehidupan berlangsung. Dia sangat bahagia pada hari
pertemuannya dengan beliau, sangat bersedih dihari perpisahannya dengan beliau,
sangat sering mengulang-ulang sabda beliau.
Dia sangat sungguh-sungguh untuk
mengikuti beliau dalam sabda-sabdanya
dan perbuatan-perbuatan beliau, menyintai apa yang beliau cintai, membenci apa
yang beliau benci. Dua hari yang paling diingat Anas dalam hidupnya, Hari
pertemuannya dengan Nabi salallahu’alahi
wasallam dan hari perpisahannya dengan beliau salallahu’alahi wasallam.
Bila Anas
teringat hari pertama maka dia berbahagia dan bersuka cita, namun jika hari
kedua terlintas dibenaknya maka dia menangis berduka, membuat orangg-orang yang
disekelilingnya ikut menangis. Anas sering berkata: “Sungguh aku telah melihat hari ketika Rasulullah salallahu’alahi
wasallam dating kepada kami dan aku juga melihat hari dimana Rasulullah
salallahu’alahi wasallam meninggalkan kami. Aku tidak melihat dua hari yang
menyerupai keduanya. Hari kedatangan beliau salallahu’alahi wasallam di
Madinah, segala sesuatu disana bercahaya. Tetapi hari dimana Rasulullah
salallahu’alahi wasallam hampir menghadap kepa Rabbnya, segala sesuatunya
terasa gelap gulita.”
Pandangan terakhirku kepada beliau
terjadi dihari Senin ketika kain penutup kamar beliau dibuka, aku melihat wajah
beliau seperti kertas mushaf, pada saat itu orang banyak sedang beridiri di
belakang Abu Bakar radhiallahu’anhum melihat kepada beliau, mereka hampir saja bubar,
namun Abu Bakar radhiallahu’anhu member isyarat kepada mereka agar tetap berada
di tempat.
Kemudian Rasulullah salallahu’alaihi wasallam wafat dipagi
hari itu, kami tidak melihat suatu pemandangan yang paling kami kagumi daripada
wajah beliau manakala kami memasukkan tanah ke kuburan beliau.
Rasulullah salallahu’alahi wasallam berdoa untuk Anas bin Malik lebih dari
sekali. Diantara doa Nabi salallahu’alahi
wasallam untuknya:
“Ya Allah,
limpahkanlah harta dan anak kepadanya, berkahilah dia padanya.”
Allah ta’ala mengabulkan doa Nabi salallahu’alahi wasallam. Anas radiallahu’anhu menjadi orang Anshar
yang paling banyak hartanya, paling banyak keturunannya, sampai-sampai ia
melihat anak-anak dan keturunannya melebihi angka 100. Allah ta’ala memberkahi
umurnya sehingga ia hidup sampai 103 tahun.
Anas sangat berharap mendapat
syafaat Nabi salallahu’alaihi wasallam di hari
kiamat, Anas sering berkata: “Sesungguhnya
aku berharap bias bertemu Rasulullah salallahu’alahi wasallam di hari kiamat,
lalu aku berkata kepada beliau: “Aku adalah pelayan kecilmu, Unais.”
Ketika Anas sakit yang dalam
sakitnya ini ia meninggal, dia berkata kepada keluarganya: “Talqinkan aku dengan laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.” Maka
Anas radhiallahu’anhu senantiasa
mengucapkannya sampai dia meninggal. Anas memwasiatkan agar mengubur tongkat
kecil milik Rasulullah salallahu’alahi
wasallam bersamanya, maka tongkat itu diletakkan di sampingnya.
Selamat untuk Anas bin Malik Al
Anshari radiallahu’anhu yang telah
mendapatkan limpahan kebaikan dari Allah salallahu’alahi
wasallam. Dia hidup dalam bimbingan Rasulullah salallahu’alahi wasallam yang agung selama 10 tahun sempurna. Dia
adalah orang ketiga setelah Abu Hurairah dan Abudullah bin Umar dalam
meriwayatkan hadits Rasulullah salallahu’alahi
wasallam.
Semoga Allah membalasnya dan
membalas ibunya atas apa yang dia berikan untuk Islam dan kaum muslimin dengan
sebaik-sebaik balasan.