Rasulullah
Salallahualaihi
wasallam yang harus selalu dirujuk setiap
muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang
sangat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim.
Pribadi
muslim yang dikehendaki Al-Qur’an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi
yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari
ALLAH Subhanahu
wataala.
Persepsi
atau gambaran masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan
banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu
tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah-nya
saja.
Padahal,
itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus
melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan, setidaknya ada
sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.
- Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih
Salimul aqidah merupakan sesuatu
yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim
akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH Subhanahu wataala. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari
jalan dan ketentuan-ketentuanNya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan
menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah Subhanahu wataala. Allah
Berfirman:
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua
bagi Allah tuhan semesta alam” (QS. Al-An’aam [6]:162).
Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat
penting, maka pada masa awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah,
Rasulullah Salallahu alaihi
wasallam mengutamakan pembinaan `aqidah,
iman dan tauhid.
- Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu
perintah Rasulullah Salallahu alaihi
wasallam yang penting. Dalam satu haditsnya,
beliau bersabda:
“Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat”.
Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Salallahu alaihi wasallam yang berarti tidak boleh ada unsur
penambahan atau pengurangan.
- Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh)
Matinul khuluq merupakan sikap dan
perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah
Subhanahu
wataala maupun dengan makhluk-makhlukNya.
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia
apalagi di akhirat.
Rasulullah Salallahu alaihi wasallam
diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada
kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah Subhanahu wataala di dalam Al Qur’an. Allah berfirman
yang artinya:
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang
agung” (QS. Al-Qalam [68]:4).
- Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani)
Qowiyyul jismi merupakan salah satu
sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim
memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal
dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di
dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi
berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian
seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada
pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka
Rasulullah Salallahu alaihi
wasallam bersabda yang artinya:
“Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang
lemah. (HR. Muslim)
- Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam
berfikir)
Mutsaqqoful fikri merupakan salah
satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul
adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang
merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya:
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi.
Katakanlah: “pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”.
Demikianlah ALLAH menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir” (QS.
Al-Baqarah [2]: 219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita
lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang
muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
Allah Subhanahu
wataala berfirman:
Katakanlah: “samakah orang yang mengetahui dengan orang yang
tidak mengetahui?”‘, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran”. (QS. Az-Zumar [39]: 9)
- Mujahadatul Linafsihi (berjuang
melawan hawa nafsu)
Mujahadatul linafsihi merupakan
salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap
manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya
kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam
melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus
diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah Salallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan
hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)”
(HR. Hakim)
- Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga
waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan
faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang
begitu besar dari ALLAH dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wataala banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama
waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri,
wallaili dan seterusnya.
Allah Subhanahu
wataala memberikan waktu kepada manusia
dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam
itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai
mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang
efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Salallahu alaihi wasallam adalah memanfaatkan momentum lima
perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati,
sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang
sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
- Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur
dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk
kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Oleh
karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun
muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan
ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga
Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara
profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan.
Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu
pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam
penunaian tugas-tugas.
- Qodirun Alal Kasbi (memiliki
kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri
lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat
diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa
dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi
ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena
tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim
boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji
dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh
karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits
dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim
amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi
sebab baginya mendapat rizki dari Allah Subhanahu wataala. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk
mengambilnya diperlukan skill atau keterampilan.
- Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Nafi’un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap
muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun
dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan
seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan
mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah Sallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi
orang lain” (HR. Qudhy dari Jabir)
Demikian
secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al Qur’an dan Hadits.
Sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.
Wallahu’alam.